Batam  

Kata Rocky Gerung Soal Rempang, Masyarakat Melayu Sudah Ada 1834, Investor China Baru Ada 2024

Rocky Gerung Membela Masyarakat Melayu di Rempang: 1834 vs 2024, Hak dan Budaya Terancam
Para pelajar Rempang di evakuasi ke bukit untuk menghindari gas air mata (tangkapan layar)

Batam, Inibatam – Kasus penggusuran masyarakat Melayu di Pulau Rempang, Batam, atas nama investasi asing dan rencana pembangunan pabrik kaca terbesar kedua di dunia telah menarik perhatian internasional. Filsuf dan cendekiawan Indonesia, Rocky Gerung, juga ikut angkat suara mengkritik tindakan ini.

Menurut Rocky Gerung, masyarakat adat Melayu yang telah tinggal di Pulau Rempang sejak tahun 1834, jauh sebelum Indonesia merdeka dan sebelum berdirinya Otorita Batam (OB) yang kini menjadi Badan Pengusahaan (BP) Batam, memiliki hak historis yang harus dihormati.

Investor dari China yang baru mulai berinvestasi pada tahun 2024, menurut Rocky, harus memahami bahwa mereka datang ke wilayah yang telah dihuni oleh masyarakat adat selama bertahun-tahun.

Dalam sebuah diskusi di kanal YouTube Rocky Gerung Official edisi Sabtu (9/9/23), Rocky Gerung menganggap kasus Rempang sebagai contoh nyata dari konflik agraria yang semakin meruncing selama masa pemerintahan Presiden Jokowi. Meskipun Presiden Jokowi telah berjanji untuk mendistribusikan tanah kepada rakyat, hal itu belum terwujud, termasuk di Pulau Rempang.

Baca Juga  BP Batam Batalkan Rencana Pengosongan Pulau Rempang Tanggal 28 September Ini

Rocky menjelaskan bahwa Pulau Rempang adalah wilayah yang telah lama dihuni oleh masyarakat Melayu sebelum kemerdekaan Indonesia. Namun, tiba-tiba, atas nama hak negara untuk redistribusi tanah, masyarakat di sana diusir dari tanah mereka sendiri.

Poin yang membingungkan dalam kasus ini adalah sikap pembelaan dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD. Mahfud menyatakan bahwa ini bukan masalah penggusuran, melainkan masalah hak yang sudah diberikan negara kepada investor.

“Namun, ketika diketahui bahwa investor tersebut berasal dari China, hal ini tentu saja dapat menimbulkan rasa cemburu di kalangan masyarakat.”

Menurut Rocky, ini bukan hanya masalah hak investor, melainkan juga masalah budaya dan hak pendidikan anak-anak. Lokasi tersebut juga memiliki sekolah, yang menandakan persetujuan negara terhadap keberadaan komunitas di sana. Anak-anaklah yang harusnya memiliki hak untuk melanjutkan pendidikan mereka dengan aman di Rempang, bukan investor.

Baca Juga  Polda Kepri Tangkap 2 Pelaku Penyebar Berita Hoax Terkait UAS dan Bantuan Dapur Umum di Rempang

“Jadi, kita harus melihatnya dari sudut pandang sejarah, yaitu hak masyarakat adat di sana untuk menjaga budaya mereka,” ujar Rocky.

Pemerintah berencana untuk merelokasi rumah-rumah warga yang terkena dampak proyek strategis nasional ke lokasi baru di Sijantung dan membangun rumah permanen bagi mereka. Namun, menurut Rocky, begitu warga dipindahkan, budaya mereka akan terancam punah.

Rocky Gerung menegaskan bahwa kasus ini adalah upaya untuk mencapai keadilan sosial, menjunjung martabat manusia, dan menerapkan kemanusiaan yang adil dan beradab.

“Meskipun akhirnya Kepala Kepolisian Listyo Sigit mengakui adanya kekerasan dan kembali ke jalur negosiasi, Mahfud justru bersikeras bahwa negosiasi tidak diperlukan. Hal ini mencerminkan sikap arogan negara terhadap rakyatnya sendiri,” tambah Rocky lagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *