Banten, Inibatam – Pasangan suami istri (pasutri), HS (40) dan FRW (38), telah mampu membobol dana BUMN dalam jumlah besar, mencapai Rp 5,1 Miliar. Uang ini kemudian digunakan untuk memanjakan diri dengan berbelanja barang mewah dan bermerek.
Kepala Kejaksaan Tinggi Banten, Didik Farkhan Alisyahdi, mengungkapkan bahwa HS telah menggunakan tidak kurang dari 41 Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu untuk membobol dana di bank BUMN selama setahun, mulai dari 2020 hingga 2021. Uang hasil penipuan tersebut digunakan untuk membeli berbagai barang mewah dan bermerek.
Didik menjelaskan, “Kartu kredit digunakan untuk membeli tas, konsumsi pribadi, bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa tas-tas tersebut dibeli hanya untuk dijual kembali. Sebab, pembayaran dengan kartu kredit tidak bisa diuangkan dan harus digunakan untuk pembelanjaan.”
Selain tas bermerek, pasangan ini juga membeli mobil mewah, termasuk merek Mercedes-Benz dan Honda CRV.
Meskipun barang-barang tersebut sudah disita oleh penyidik sebagai barang bukti, kedua tersangka belum dijerat dengan pasal pencucian uang (TPPU).
Dilansir tribunnews, Sabtu (28/10/2023), Didik menjelaskan bahwa HS adalah seorang pegawai swasta yang memiliki tugas membuat atau menyediakan kartu identitas sebagai syarat pembukaan rekening dengan saldo awal minimal Rp 500 juta.
FRW pegawai di bank BUMN
Sementara itu, FRW bekerja sebagai Priority Banking Officer (PBO) di bank BUMN di Kantor Cabang BSD, Tangerang, yang berperan dalam melayani dan membuat kartu kredit prioritas.
HS memainkan peran sebagai pengumpul dan penyuplai KTP palsu, yang digunakan untuk pembuatan kartu kredit. Mereka menggunakan identitas asli dan palsu untuk melancarkan aksinya, bahkan HS memiliki lebih dari sepuluh identitas yang berbeda.
Keduanya ditangkap pada Rabu (25/10/2023) di Villa Cinere Mas Extension, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, dan saat ini mereka ditahan di Rutan Serang.
Mereka akan dihadapkan pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.