Batam, Inibatam — Pulau Rempang kembali menjadi pusat perhatian nasional, bukan karena pesona alamnya, melainkan karena konflik antara masyarakat adat dan pihak berwenang terkait dengan proyek pembangunan Kawasan Rempang Eco-City.
Pada hari ini, Kamis (7/9/2023) puluhan orang terluka dan beberapa bahkan ditangkap dalam bentrokan sengit antara aparat keamanan dan warga setempat.
Proyek yang dimaksud, Kawasan Rempang Eco-City, merupakan salah satu program strategis nasional yang diatur dalam Permenko Ekuin Nomor 7 Tahun 2023.
Namun, sejak awal perencanannya, program ini dinilai tidak melibatkan partisipasi masyarakat adat yang mendiami 16 Kampung Melayu Tua di Pulau Rempang sejak tahun 1834.
Ketegangan mencapai puncaknya hari ini ketika aparat keamanan mencoba memasang Patok Tata Batas dan Cipta Kondisi, yang jelas-jelas merupakan upaya untuk merelokasi atau menggusur warga dari tanah adat mereka.
Bentrokan pun meletus, dan akibatnya, paling tidak 6 orang warga ditangkap, puluhan lainnya terluka, beberapa anak mengalami trauma, dan satu anak mengalami luka akibat gas air mata.
Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, menyatakan bahwa program ini menciptakan ketidaksetujuan besar di kalangan masyarakat setempat.
“Kami meminta Presiden untuk mengambil tindakan tegas dan membatalkan program ini, yang berpotensi merampas hak atas tanah dan identitas adat masyarakat di 16 Kampung Melayu Tua di Rempang,” ujar Zenzi.
Konflik berdarah ini membuat koalisi masyarakat sipil menyoroti tanggung jawab pimpinan BP Batam, Kapolda Kepulauan Riau, Kapolresta Barelang, dan Komandan Panglima TNI AL Batam. Mereka menilai bahwa tindakan aparat keamanan ini adalah pengabaian terhadap amanah konstitusi dan pelanggaran HAM yang nyata.
Azlaini Agus, salah satu tokoh Riau yang mendukung perjuangan masyarakat, menegaskan, “Oleh karena itu, Presiden harus memerintahkan kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk segera mencopot Kapolda Kepulauan Riau, Kapolres Barelang, dan Komandan Pangkalan TNI AL Batam karena telah melanggar konstitusi dan HAM.”
Apa yang dilakukan warga Rempang dipandang sebagai upaya mereka untuk mempertahankan hak dasar mereka untuk hidup dan mempertahankan kampung halaman nenek moyang mereka.
Aksi aparat keamanan, menurut sejumlah pihak, hanya bertujuan untuk melindungi investasi yang akan menggusur masyarakat adat, bukan untuk melindungi dan mengayomi masyarakat setempat.
Sebagai respons terhadap peristiwa ini, koalisi masyarakat sipil mengeluarkan pernyataan sikap dan menuntut Presiden Joko Widodo untuk:
- Menghentikan dan membatalkan rencana pembangunan Kawasan Rempang Eco-City, bukan hanya mengeluarkannya sebagai program strategis nasional.
- Memastikan perlindungan dan pengakuan terhadap seluruh hak dasar masyarakat adat dan tempatan di 16 Kampung Melayu Tua di Rempang.
- Memerintahkan kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk mencopot Kapolda Kepulauan Riau, Kapolres Barelang, dan Komandan Pangkalan TNI AL Batam.
- Memerintahkan audit menyeluruh kepada BP Batam terkait kepatuhan keuangan dan implementasi prinsip HAM dalam seluruh proses dan perencanaan pembangunan.
Koalisi yang terdiri dari berbagai organisasi dan individu ini bersatu untuk menyuarakan hak masyarakat adat dan tempatan di Pulau Rempang, serta mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan yang adil dan mendukung keberlanjutan lingkungan hidup dan budaya mereka.
Kami yang menyatakan:
- Eksekutif Nasional WALHI
- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
- TuK Indonesia
- Solidaritas Perempuan
- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
- Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
- Amnesty International Indonesia
- Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI)
10.Indonesia for Global Justice (IGJ)
11.Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)
12.Lembaga Laskar Melayu Bersatu (LLMB)
13.Forum Masyarakat Penyelamat Pulau Mendol (FMPPM)
14.Majelis Sastra Riau
15.Riau Women Working Group (RWWG)
16.Gerakan Mahasiswa Melayu (GMM) Kepulauan Riau
17.Aliansi Pemuda Melayu
18.Wanapalhi
19.Mapala Suluh
20.Mapala Humendala
21.KPA EMC2
22.Jikalahari
23.Perkumpulan Elang
24.Senarai
25.AP2SI Riau
26.Lembaga Advokasi Lingkungan Hidup (LALH)
27.Lembaga Kajian Hukum dan Demokrasi (LKHD)
28.Laskar Penggiat Ekowisata (LPE) Riau
29.Alam Indonesia Riau (AIR)
30.Perkumpulan Kaliptra Andalas
31.Komunitas Seni Rumah Sunting
32.Taman Baca Masyarakat (TMB) Kota Pekanbaru
33.Eksekutif Daerah WALHI Aceh
34.Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Utara
35.Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Barat
36.Eksekutif Daerah WALHI Riau
37.Eksekutif Daerah WALHI Jambi
38.Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Selatan
39.Eksekutif Daerah WALHI Bangka Belitung
40.Eksekutif Daerah WALHI Bengkulu
41.Eksekutif Daerah WALHI Lampung
42.Eksekutif Daerah WALHI Jakarta
43.Eksekutif Daerah WALHI Jawa Barat
44.Eksekutif Daerah WALHI Jawa Tengah
45.Eksekutif Daerah WALHI Jawa Timur
46.Eksekutif Daerah WALHI Yogyakarta
47.Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Tengah
48.Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Timur
49.Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Selatan
50.Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Utara
51.Eksekutif Daerah WALHI Bali
52.Eksekutif Daerah WALHI Maluku Utara
53.Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tengah
54.Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Barat
55.Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Selatan
56.Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tenggara
57.Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Utara
58.Eksekutif Daerah WALHI Nusa Tenggara Barat
59.Eksekutif Daerah WALHI Nusa Tenggara Timur
60.Eksekutif Daerah WALHI Papua
61.YLBHI-LBH Banda Aceh
62.YLBHI-LBH Medan
63.YLBHI-LBH Padang
64.YLBHI-LBH Palembang
65.YLBHI-LBH Bandar Lampung
66.YLBHI-LBH Jakarta
67.YLBHI-LBH Bandung
68.YLBHI-LBH Semarang
69.YLBHI-LBH Yogyakarta
70.YLBHI-LBH Surabaya
71.YLBHI-LBH Bali
72,YLBHI-LBH Makassar
73.YLBHI-LBH Manado
74.YLBHI-LBH Papua
75.YLBHI-LBH Pekanbaru
76.YLBHI-LBH Palangkaraya
77.YLBHI-LBH Samarinda
78.YLBHI-LBH Kalimantan Barat Project Base
79.JATAM SULTENG
80.YAYASAN TANAH MERDEKA SULTENG
81.JATAM KALTIM
83.Kontras