Batam, Inibatam – Relokasi warga di Rempang menjadi perhatian utama Ombudsman Republik Indonesia, yang telah menyampaikan hasil temuan sementara dari investigasi mereka terkait penolakan relokasi masyarakat dalam pengembangan Rempang Eco City.
Ombudsman RI Kepulauan Riau, Lagat Siadari, mengungkapkan bahwa investigasi awal telah dilakukan oleh Ombudsman dalam beberapa waktu terakhir. Mereka menemukan adanya maladministrasi dalam proses relokasi warga terkait pengembangan Rempang Eco City.
Menurut Lagat, Ombudsman akan segera memberikan saran korektif terkait masalah maladministrasi ini kepada pemerintah daerah, BP Batam, kepolisian, dan pemerintah pusat.
Lagat juga menekankan pentingnya dialog yang melibatkan masyarakat dan tokoh adat dalam proses relokasi, tanpa adanya intervensi aparat keamanan yang dapat memengaruhi psikologis warga. Dia menyebut bahwa warga sudah trauma dengan kehadiran oknum aparat berseragam di daerah tersebut.
Selain itu, Ombudsman mendesak Pemerintah Kota Batam (Pemko) atau BP Batam untuk aktif menjaga stabilitas ekonomi warga setempat dan memastikan pasokan pangan yang mencukupi.
Mereka mengumpulkan informasi bahwa di Sembulang, terjadi gangguan pasokan pangan karena pemasok khawatir kampung tersebut akan digusur, sehingga membuat harga-harga bahan pangan menjadi mahal.
Ombudsman RI juga meminta agar warga yang ditahan oleh polisi dalam kasus bentrokan di Rempang pada tanggal 7 September dan demo pada tanggal 11 September, dibebaskan. Mereka berpendapat bahwa tidak ada urgensi dalam penahanan warga, kecuali mereka yang terlibat dalam pidana lainnya.
Terakhir, Ombudsman meminta pemerintah untuk memberikan pengumuman resmi kepada warga Rempang mengenai keputusan terkait relokasi atau tidak adanya relokasi dalam waktu dekat.
Mereka menyoroti bahwa informasi terkait relokasi telah bergejolak, dengan tanggal pengumuman yang mundur, sehingga membuat warga merasa was-was dan terhenti dalam aktivitas seperti nelayan dan petani.
Ombudsman juga menekankan pentingnya pemerintah tidak menggunakan istilah yang membingungkan seperti “relokasi” atau “penggeseran” dan harus mendengarkan harapan masyarakat tentang masa depan mereka.
Mereka berharap agar pemerintah dapat menyediakan informasi yang akurat dan jujur terkait relokasi, serta menghormati keinginan warga.