Batam, Inibatam – Baru-baru ini, sebuah video viral di media sosial memperlihatkan seorang jamaah yang sangat emosional saat menemukan alat musik rebana di dalam sebuah masjid. Menurut pandangan dia, musik diharamkan dalam Islam, sehingga keberadaan alat musik rebana di dalam masjid dianggap sebagai sebuah kemunkaran.
Polemik ini memunculkan pertanyaan tentang hukum penggunaan alat musik rebana dalam Islam. Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ahmad Zubaidi, memberikan klarifikasi penting mengenai masalah ini.
Ahmad Zubaidi menjelaskan bahwa alat musik rebana termasuk dalam kategori “hadrat,” suatu bentuk seni yang telah lama dikenal dalam budaya Indonesia dan sangat melekat. Lebih lanjut, di kalangan pesantren, seni hadrat termasuk dalam upaya syiar melalui syair dan nyanyian.
Zubaidi memperjelas bahwa selama ini, nyanyian yang dibawakan dalam seni hadrat adalah nasyid, puji-pujian kepada Allah SWT, dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Bahkan, di zaman Rasulullah, bentuk seni seperti ini juga telah ada, sebagaimana terdokumentasi dalam hadits.
حَدِيْثُ (أَعْلِنُوْا النِّكَاحَ وَاجْعَلُوْهُ فِي الْمَسَاجِدِ وَاضْرِبُوْا عَلَيْهِ بِالدُّفِّ) التُّرْمُذِي
“Umumkanlah pernikahan, jadikan pernikahan di masjid dan tabuhkanlah dengan terbang” (HR Turmudzi).
“Dalam hadits ini, tidak jelas apakah tabuhan alat musik berlangsung di luar atau di dalam masjid, namun banyak ulama memahami bahwa masyarakat pada waktu itu menabuhnya di dalam masjid,” ungkap Zubaidi seperti dilansir Republika.co.id, Selasa (10/10/2023).
Namun, perlu dicatat bahwa ada ulama yang berpandangan bahwa memainkan musik atau mendengarkan musik adalah haram. Zubaidi sependapat bahwa menabuh rebana di masjid diperbolehkan, asalkan nyanyian yang dibawakan memiliki sifat yang memperkuat keimanan dan ketakwaan.
“Dilarang bernyanyi di dalam masjid dengan rebana jika isi dari nyanyian tersebut hanya berkisar pada percintaan. Tentu saja, perlu memperhatikan waktu, dan hal ini sebaiknya dilakukan di saat yang bukan waktu shalat lima waktu,” tambahnya.
Menurut Zubaidi, ini adalah masalah khilafiyah, yang berarti perbedaan pendapat, pandangan, atau sikap dalam Islam. Dia berharap bahwa setiap Muslim dapat saling menghormati perbedaan pendapat tersebut, dan jika merasa tidak setuju, tidak perlu menggunakan cara-cara yang merendahkan.
Dalam masalah ini, terdapat dalil yang melandasinya bagi yang berpendapat bahwa penggunaan alat musik rebana diperbolehkan. Yang terpenting adalah bahwa semua tindakan ini dilakukan dengan niat tulus untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
“Ini adalah bagian dari upaya kita untuk saling toleransi dalam perbedaan. Karena, pada akhirnya, ulama yang membolehkannya juga memiliki dasar yang kuat. Semoga masalah ini tidak menjadi kontroversial dan kita semua tetap saling menghormati. Ini adalah hal yang positif, bukan negatif,” pungkas Zubaidi.