Gaza, Inibatam – Otoritas kesehatan di Jalur Gaza telah mengumumkan angka kematian yang mengguncang hati: lebih dari 7.000 orang telah kehilangan nyawa mereka sebagai akibat gempuran pasukan Israel pada Jumat (27/10).
Yang membuat tragedi ini semakin menyayat hati adalah kenyataan bahwa 66 persen dari jumlah korban adalah perempuan dan anak-anak yang tak berdosa.
Angka-angka ini termasuk 480 orang yang tewas dalam serangan Israel pada Kamis malam, seperti yang dilaporkan oleh Al Jazeera.
Konflik berkepanjangan antara Pasukan Israel dan Hamas yang telah berlangsung sejak 7 Oktober telah memakan banyak korban, terutama di pihak Palestina. Anak-anak, yang seharusnya dilindungi dan diberikan perlakuan yang manusiawi, menjadi mayoritas korban tewas.
Defense for Children International-Palestine (DCIP), sebuah lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada isu anak-anak, mencatat bahwa setiap 15 menit, seorang anak menjadi korban serangan Israel di Gaza.
“Kami menyaksikan genosida setiap saat,” ujar juru bicara DCIP, sebagaimana dikutip oleh Al Jazeera.
Melanggar Konvensi Jenewa 1949
Menurut Konvensi Jenewa 1949, anak-anak harus diberikan perlindungan khusus dan diperlakukan secara manusiawi selama konflik bersenjata atau perang.
Ironisnya, Israel telah meratifikasi Konvensi Jenewa tersebut pada tahun 1951, beberapa tahun setelah mengerikannya Holocaust yang menelan korban sekitar 500 ribu anak-anak Yahudi.
Namun, Israel menolak mengakui Konvensi Jenewa ke-4 yang melindungi warga sipil yang terlibat dalam perang. Mereka juga tidak menganggap Palestina sebagai wilayah yang diokupasi.
Israel bahkan berargumen bahwa penggunaan kekuatan militer di Gaza saat ini adalah tindakan yang sah untuk menghancurkan Hamas, sehingga mereka berdalih bahwa kematian warga sipil dalam serangan, termasuk anak-anak, tidak dapat dianggap sebagai kejahatan perang.
Tragedi kemanusiaan ini terus berlanjut, mengingatkan kita semua akan perlunya perdamaian dan perlindungan hak asasi manusia di wilayah yang terkena dampak konflik ini.